the chronicle of vazklyshka. Diberdayakan oleh Blogger.

6 Agustus 2014

Pagi ini saya berjalan-jalan pagi dengan ketiga putri saya. Waktu baru menunjukkan pukul enam pagi. Suasana komplek BTN Muspratama, bil khusus di blok C, masih sepi. Setelah membawakan jilbab mungil untuk ketiga putri saya, kami berjalan-jalan sebentar. Putri sulung saya, Azka, dan si tengah, Fidel, berjalan duluan dengan langkah cepat, sementara saya dan putri bungsu saya, Gendis, bergandengan tangan menyusul mereka di belakang. Azka berhenti sebentar di rumah Naila untuk minta dipetiki bunga. Saya berkata nanti saja, sekarang kita jalan-jalan dulu.

Kami berjalan terus sampai ke tikungan yang menanjak ke SDN Inpres Muspratama. Azka menghentikan langkahnya dan berbalik arah, ada anjing katanya. Saya menyemangatinya untuk tidak takut dan terus berjalan, tapi anak itu sudah terlanjur berjalan pulang. Saya pun akhirnya mengajak Fidel dan Gendis berbalik arah. Meski awalnya Fidel menolak dan minta berjalan lebih jauh ke atas, ia akhirnya mau juga diajak kembali. Sementara Gendis tidak bersuara dan menikmati jalan-jalan paginya kala itu.

Saya, Fidel, dan Gendis lalu berjalan dan berjalan sampai di depan rumah om Peki. Saat pekarangan rumah Arjun semakin mendekat, tiba-tiba saja ujung jilbab berwarna pink menyembul dari balik mobil yang sedang diparkir. Azka mengintip kami bertiga dan kembali bergabung dengan jalan-jalan pagi yang sempat tertunda. Kami berhenti sebentar di seberang gerbang rumah yang ditumbuhi semak-semak dan dipenuhi batu-batu kali berukuran besar. Ada semak berbunga bintang di sana. Azka bertanya kepada saya itu bunga apa dan saya jawab bahwa saya belum tahu. Kami terus berjalan dengan kecepatan sangat pelan sampai di pertigaan blok C yang dipenuhi gundukan tanah bekas galian plat deker. Selat Peling nampak di kejauhan dengan buih-buih ombaknya yang berwarna putih. Sementara siluet pulau Peling nampak seperti bayang-bayang dari negeri kayangan. Di pertigaan itu, saya bertemu dengan pak Sofyan, takmir masjid sedang berdiri. Mengenakan batik motif sarung samarinda dan sarung warna hijau yang kerap digunakannya shalat ke masjid, pak Sofyan berdiri di ujung saluran air yang beberapa pekan belakangan ini sedang dalam tahap penyelesaian itu.

Azka berjalan kesana-kemari melihat-lihat serombongan bebek manila yang berkerumun di dekat tiang listri sementara Fidel duduk manis di tempat duduk dekat situ dan Gendis tetap menggandeng tangan saya. Saya dan pak Sofyan berbincang ngalor-ngidul. Soal kabar anak istri masing-masing, soal jadwal masuk sekolah, soal harga tanah di dekat SD Inpres, dan tentang pemilik rumah di samping masjid. Kami juga berbincang tentang jumlah warga BTN Muspratama berdasarkan DPT pada pemilihan pilpres yang lalu. Tiga ratus orang adalah angka kasarnya. Ketiga ratus orang itu terbagi ke dalam seratus lebih kepala keluarga, termasuk saya. Dengan jumlah warga yang cukup banyak dan menempati wilayah yang tidak terlalu luas, kepadatan penduduk di komplek ini bisa dibilang cukup tinggi.

Azka mengajak saya pulang, sementara Fidel masih setia duduk di tempatnya. Gendis berjalan mengikuti kakak sulungnya. Saya lalu menghentikan obrolan dengan pak Sofyan dan mengajak Fidel pulang. Waktu sudah menunjukkan pukul setengah tujuh kurang lima. Matari mulai bersinar terik saat kami berempat melangkah pulang ke rumah. Meski saya sempat berhenti sebentar untuk memandangi anak-anak mengejar bebek-bebek yang berkerumun tak karuan di dekat pasir yang ada di bawah tiang listrik, kami sampai juga ke rumah. Jam tujuh masih sekitar dua puluh lima menit lagi. [vazklyshka]


Kilongan, Agustus 2014 

Iftitah


Bismillahi tawakkaltu 'alallah. [vazklyshka]



Kilongan, Agustus 2014